http://cursors1.totallyfreecursors.com/thumbnails/hellokitty2.gif

Pages

Sabtu, 06 April 2013

Tradisi Penguburan Suku Dayak


Nama : Mutia Kartika Chandra
NPM : 55412174
Kelas : 1IA16

Pada kesempatan kali ini saya akan menulis tentang sebuah suku di kalimantan yaitu suku Dayak. Suku dayak merupakan suku yang cukup besar yang terletak di pulau Kalimantan. Suku dayak memiliki keanekaragaman yang merampah ruah sama halnya dengan suku-suku lain yang ada di Indonesia. Dari sekian banyaknya hal yang unik yang ada di suku dayak pada kali ini saya hanya akan membahas salah satu tradisi yang ada disana yaitu mengenai tradisi penguburan yang menurut saya unik yang dilakukan oleh orang-orang suku dayak ini. Suku dayak memiliki banyak suku didalamnya sehingga saya tidak menitik beratkan pada suku yang terdapat di suku dayak saya hanya akan membahas secara umumnya saja yang sering dikenal oleh khalayak.
Dalam setiap suku pasti mempunyai suat tradisi yang harus dihormati dan diikuti begitu pula dengan tradisi peguburan ini, tentu saja ada cara-cara khusus yang dilakukan. Orang dayak menganggap bahwa kematian adalah hal yang sakral sehingga mereka sangat mematuhi adat yang ada selama bertahun-tahun. Dan mereka pun beranggapan bahwa apabila orang yang meninggal belum dilakukan upacara kematian maka meyakini bahwa rohnya akan mengganggu yang masih hidup.
Jika orang dayak meninggal dunia, maka jenazah dimasukkan kedalam peti mati yang oleh masyarakat Dayak Ngaju disebut Raung, Dayak Ma’anyan menyebut tabela. Raung atau tabela ini berbentuk perahu sebagai simbol perjalanan roh dan diberi hiasan burung enggang (hornbill) sebagai simbol dunia atas. Tutup dan badan raung disatukan setelah jenazah dimasukkan lalu diikat dengan tali rotan yang dianyam yang disebut saluang. Ketika jenazah dimasukkan di dalam raung, beberapa benda kesayangan si arwah semasa hidupnya juga diikut sertakan bersamanya sebagai bekal kubur. Raung berisi jenazah dan bekal kubur tersebut ditanam di dalam tanah. Tetapi kuburan tersebut sementara sifatnya, sebab yang terpenting adalah upacara pelepasan roh yang oleh masing-masing etnik masyarakat dayak berdeda-beda penyebutannya. Baik upacara kematian Tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara penguburan sekunder dengan pengambilan tulang-tulang untuk dipindahkan ke kuburan permanen. Di atas kuburan permanen itulah didirikan bangunan yang disebut pambak, Sandong adalah bangunan kubur sekunder berupa rumah panggung kecil yang terbuat dari kayu ulin. Di dalam sandong itu tersimpan tulang-belulang manusia setelah diselenggarakan upacara tiwah.untuk masyarakat Dayak Ngaju, tambak untuk Dayak Ma’anyan, Kriring untuk dayak Lawangan, dll
Upacara kematian baik tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara yang bertujuan mengantarkan arwah ke dunia baka, dan merupakan puncak serta akhir dalam rangkaian upacara kematian orang-orang kaharingan. Upacara ini diselenggarakan biasanya selang setahun sampai dengan beberapa tahun setelah seseorang meninggal, tergantung dari kesiapan keluarga yang ditinggalkan dalam menyelenggarakan upacara. Upacara kematian ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kosmos yang diharapkan dapat memberikan keselamatan baik kepada roh si mati maupun terhadap manusia yang ditinggalkan.
Sebagaimana telah diuraikan di depan, bahwa upacara kematian dilakukan sejalan dengan sistem kepercayaan yang dianut dan sistem kepercayaan tersebut adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Dayak . Jadi upacara dilaksanakan sesuai dengan pedoman-pedoman yang berlaku yang ada dalam kebudayaannya. Sedangkan untuk mengatur pelaksanaan upacara tersebut telah ada pranata-pranata khusus sehingga upacara dapat berjalan tertib dan teratur. Pekerjaan mengumpulkan tulang-tulang dan kemudian menempatkan ke dalam sandong telah memiliki aturan-aturan khusus yang telah berlaku secara turun temurun. Hal ini dapat kita lihat pada waktu orang-orang mengumpulkan sisa-sisa jenazah dengan urut-urutan sebagai berikut: mula-mula yang diambil adalah bagian kepala, menyusul bagian leher, badan dan seterusnya hingga ke ujung jari-jari kaki, kemudian dibungkus dan dimasukkan ke dalam wadah berupa peti kecil yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kepercayaan bahwa roh nenek moyang selalu mempunyai hubungan dengan orang-orang yang masih hidup di terutama dengan sanak cucunya. Secara singkat makna religius dari upacara kematian adalah membangkitkan arwah untuk disucikan sekaligus diantarkan kedunianya.
Konsep kematian berbagai etnik masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan tersebut di atas, bersumber dari kepercayaan Kaharingan adalah Agama asli mayarakat dayak (penduduk pribumi Kalimantan) yang artinya adalah air kehidupan atau “ sesuatu yang tidak diketahui asal muasalnya”, menjadi acuan bagaimana manusia harus bertindak yang menekankan bahwa terdapat kehidupan setelah kematian. Konsep kepercayaan seperti itu sama dengan kepercayaan masyarakat prasejarah khususnya masyarakat megalitik yang didasari pandangan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati, khususnya kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari roh manusia yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat.
Dalam pelaksanaan upacara kematian seperti misalnya upacara tiwah konsepsi kepercayaan prasejarah masih kuat sekali sebagaimana tercermin dalam bentuk-bentuk budaya materi yang sarat akan simbol-simbol kepercayaan terhadap roh leluhur. Hasil budaya materi tersebut di samping berupa sandong dan rarung yang dulu sengaja dibentuk menyerupai perahu simbol perjalanan roh, juga terdapat pada sapundu . Sapundu adalah patung berbentuk manusia dari kayu ulin sebagai personifikasi dari roh leluhur. Sapundu berfungsi untuk mengikat hewan korban dalam upacara tiwah. Patung ini dipercaya sebagai simbol roh manusia yang telah meninggal dan kehadirannya dalam upacara dimaksudkan sebagai spirit untuk mengangkat arwah menuju surga tertinggi. Setelah upacara tiwah selesai sapundu ini dipindahkan ke halaman rumah atau ditengah kampung, diharapkan roh leluhur dapat menjelma sebagai pelindung dan penjaga seluruh kampung.sebagai pengikat hewan korban kerbau dalam upacara tiwah. Upacara yang menuntut korban menurut Turner adalah upacara sentral dalam religi masyarakat yang sederhana.

 Pada kesimpulannya bahwa masyarakat dayak memiliki perbedaan penguburan dalam setiap daerahnya serta tata caranya pula yang berbeda-beda, namun hal itu merupakan hal yang sangat unik dan ciri khas dari setiap suku tersebut. Keanekaragaman budaya yang ada dan tradisi yang berbeda-beda menjadikan Indonesia menjadi lebih kaya akan suku budayanya serta hal lainnya yang membuat Indonesia berbeda dengan Negara lain.
sumber :

Tidak ada komentar: