Nama : Mutia Kartika Chandra
NPM : 55412174
Kelas : 1IA16
Pada kesempatan kali ini saya akan menulis tentang sebuah
suku di kalimantan yaitu suku Dayak. Suku dayak merupakan suku yang cukup besar
yang terletak di pulau Kalimantan. Suku dayak memiliki keanekaragaman yang
merampah ruah sama halnya dengan suku-suku lain yang ada di Indonesia. Dari
sekian banyaknya hal yang unik yang ada di suku dayak pada kali ini saya hanya
akan membahas salah satu tradisi yang ada disana yaitu mengenai tradisi penguburan
yang menurut saya unik yang dilakukan oleh orang-orang suku dayak ini. Suku
dayak memiliki banyak suku didalamnya sehingga saya tidak menitik beratkan pada
suku yang terdapat di suku dayak saya hanya akan membahas secara umumnya saja
yang sering dikenal oleh khalayak.
Dalam setiap suku pasti mempunyai suat tradisi yang harus
dihormati dan diikuti begitu pula dengan tradisi peguburan ini, tentu saja ada
cara-cara khusus yang dilakukan. Orang dayak menganggap bahwa kematian adalah
hal yang sakral sehingga mereka sangat mematuhi adat yang ada selama
bertahun-tahun. Dan mereka pun beranggapan bahwa apabila orang yang meninggal
belum dilakukan upacara kematian maka meyakini bahwa rohnya akan mengganggu
yang masih hidup.
Jika
orang dayak meninggal dunia, maka jenazah dimasukkan kedalam peti mati yang
oleh masyarakat Dayak Ngaju disebut Raung, Dayak Ma’anyan menyebut tabela.
Raung atau tabela ini berbentuk perahu sebagai simbol perjalanan roh dan diberi
hiasan burung enggang (hornbill) sebagai simbol dunia atas. Tutup dan badan
raung disatukan setelah jenazah dimasukkan lalu diikat dengan tali rotan yang
dianyam yang disebut saluang. Ketika jenazah dimasukkan di dalam raung,
beberapa benda kesayangan si arwah semasa hidupnya juga diikut sertakan
bersamanya sebagai bekal kubur. Raung berisi jenazah dan bekal kubur tersebut
ditanam di dalam tanah. Tetapi kuburan tersebut sementara sifatnya, sebab yang
terpenting adalah upacara pelepasan roh yang oleh masing-masing etnik
masyarakat dayak berdeda-beda penyebutannya. Baik upacara kematian Tiwah,
Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara penguburan sekunder
dengan pengambilan tulang-tulang untuk dipindahkan ke kuburan permanen. Di atas
kuburan permanen itulah didirikan bangunan yang disebut pambak, Sandong adalah
bangunan kubur sekunder berupa rumah panggung kecil yang terbuat dari kayu
ulin. Di dalam sandong itu tersimpan tulang-belulang manusia setelah
diselenggarakan upacara tiwah.untuk masyarakat Dayak Ngaju, tambak untuk Dayak Ma’anyan, Kriring
untuk dayak Lawangan, dll
Upacara kematian baik tiwah,
Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara yang bertujuan
mengantarkan arwah ke dunia baka, dan merupakan puncak serta akhir dalam
rangkaian upacara kematian orang-orang kaharingan. Upacara ini diselenggarakan
biasanya selang setahun sampai dengan beberapa tahun setelah seseorang
meninggal, tergantung dari kesiapan keluarga yang ditinggalkan dalam
menyelenggarakan upacara. Upacara kematian ini dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan kosmos yang diharapkan dapat memberikan keselamatan baik kepada
roh si mati maupun terhadap manusia yang ditinggalkan.
Sebagaimana telah diuraikan di
depan, bahwa upacara kematian dilakukan sejalan dengan sistem kepercayaan yang
dianut dan sistem kepercayaan tersebut adalah bagian dari kebudayaan masyarakat
Dayak . Jadi upacara dilaksanakan sesuai dengan pedoman-pedoman yang berlaku
yang ada dalam kebudayaannya. Sedangkan untuk mengatur pelaksanaan upacara
tersebut telah ada pranata-pranata khusus sehingga upacara dapat berjalan
tertib dan teratur. Pekerjaan mengumpulkan tulang-tulang dan kemudian
menempatkan ke dalam sandong telah memiliki aturan-aturan khusus yang telah
berlaku secara turun temurun. Hal ini dapat kita lihat pada waktu orang-orang
mengumpulkan sisa-sisa jenazah dengan urut-urutan sebagai berikut: mula-mula
yang diambil adalah bagian kepala, menyusul bagian leher, badan dan seterusnya
hingga ke ujung jari-jari kaki, kemudian dibungkus dan dimasukkan ke dalam
wadah berupa peti kecil yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini sesuai
dengan kepercayaan bahwa roh nenek moyang selalu mempunyai hubungan dengan
orang-orang yang masih hidup di terutama dengan sanak cucunya. Secara singkat
makna religius dari upacara kematian adalah membangkitkan arwah untuk disucikan
sekaligus diantarkan kedunianya.
Konsep
kematian berbagai etnik masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan tersebut di
atas, bersumber dari kepercayaan Kaharingan
adalah Agama asli mayarakat dayak (penduduk pribumi Kalimantan) yang artinya
adalah air kehidupan atau “ sesuatu yang tidak diketahui asal muasalnya”, menjadi
acuan bagaimana manusia harus bertindak yang menekankan
bahwa terdapat kehidupan setelah kematian. Konsep kepercayaan seperti itu sama
dengan kepercayaan masyarakat prasejarah khususnya masyarakat megalitik yang
didasari pandangan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati,
khususnya kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari roh manusia yang telah
mati terhadap kesejahteraan masyarakat.
Dalam
pelaksanaan upacara kematian seperti misalnya upacara tiwah konsepsi kepercayaan
prasejarah masih kuat sekali sebagaimana tercermin dalam bentuk-bentuk budaya
materi yang sarat akan simbol-simbol kepercayaan terhadap roh leluhur. Hasil
budaya materi tersebut di samping berupa sandong dan rarung yang dulu sengaja
dibentuk menyerupai perahu simbol perjalanan roh, juga terdapat pada sapundu . Sapundu adalah patung berbentuk
manusia dari kayu ulin sebagai personifikasi dari roh leluhur. Sapundu
berfungsi untuk mengikat hewan korban dalam upacara tiwah. Patung ini dipercaya
sebagai simbol roh manusia yang telah meninggal dan kehadirannya dalam upacara
dimaksudkan sebagai spirit untuk mengangkat arwah menuju surga tertinggi.
Setelah upacara tiwah selesai sapundu ini dipindahkan ke halaman rumah atau
ditengah kampung, diharapkan roh leluhur dapat menjelma sebagai pelindung dan
penjaga seluruh kampung.sebagai pengikat hewan korban kerbau dalam upacara
tiwah. Upacara yang menuntut korban menurut Turner adalah upacara sentral dalam
religi masyarakat yang sederhana.
Pada kesimpulannya
bahwa masyarakat dayak memiliki perbedaan penguburan dalam setiap daerahnya
serta tata caranya pula yang berbeda-beda, namun hal itu merupakan hal yang
sangat unik dan ciri khas dari setiap suku tersebut. Keanekaragaman budaya yang
ada dan tradisi yang berbeda-beda menjadikan Indonesia menjadi lebih kaya akan
suku budayanya serta hal lainnya yang membuat Indonesia berbeda dengan Negara
lain.
sumber :
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar